KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan Karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Manusia dan Penderitaan”.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Besar kita yakni Nabi
Muhammad SAW. Kepda keluarganya, sahabatnya, tabi’in tabi’atnya, dan umat yang
senantiasa taat kepadanya hingga akhir zaman. Amin.
Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar. Dalam makalah ini akan dibahas
tentang hakikat manusia serta tanggung jawab yang diembannya.
Penderitaan termasuk realitas dunia
dan manusia. Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat
dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu juga menentukan berat-tidaknya
Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap penderitaan oleh
seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu
penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah
awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
“Tak ada gading yang tak retak”.
Penulis sadar masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah
ini dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun, agar penulis dapat memperbaiki kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya.Terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.Mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis.
Ciamis, Oktober 2011
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk cipataan
Tuhan yang paling mulia. Kemuliaan itu dikarenakan manusia dianugerahi akal dan
pikiran untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk kehidupannya.
Walaupun dalam kenyataannya banyak manusia yang tidak menggunakan akal
pikirannya sehingga ia salah arah yang akhirnya merusak dirinya sendiri.
Dalam kehidupannya, manusia tidak
dapat hidup sendiri tetapi membutuhkan orang lain. Itulah mengapa sebabnya
manusia disebut sebagai makhluk sosial. Disadari atau tidak, setiap manusia
saling membutuhkan satu sama lain. Tidak ada seorangpun manusia di bumi ini
yang dapat hidup seorang diri. Kemandirian bukan berarti bisa hidup sendiri
tanpa orang lain, melainkan kita dapat mengerjakan sesuatu sendiri tanpa
menyusahkan orang lain.
Penderitaan termasuk realitas dunia
dan manusia. Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat
dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu juga menentukan
berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap
penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain.
Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang,
atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Akibat dari penderitaan itu ada yang
mengambil hikmah dari semua penderitaan yang telah dia alami dan ada juga yang
tidak seperti itu, mudah-mudahan semua manusia bisa mengambil hikmah dari
penderitaan yang mereka alami.
1.2.
Rumusan
Masalah
Adapun masalah – masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini, antara lain :
1.
Apa
hakekat manusia itu ?
2.
Apa yang
dimaksud dengan penderitaan ?
3.
Apa saja
sumber-sumber penderitaan itu ?
1.3.
Tujuan
Makalah
Dari rumusan masalah yang telah
dirumuskan oleh penulis diatas, makalah ini disususn dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendiskripsikan :
1.
Hakikat
manusia.
2.
Definisi
penderitaan.
3.
Sumber
penderitaan.
1.4.
Kegunaan
Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan
memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis
makalah ini berguna sebagai pengetahuan agar biasa menyikapi positif dalam
penderitaan yang dialami dalam hidup ini. Secara praktis makalah ini diharapkan
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
1.5. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hakekat Manusia
Manusia adalah mahluk Allah yang sempurna dan mulia
dibandingkan mahluk Allah lainnya karna manusia dibekali akal ghorizi untuk
berpikir dan juga manusia diberi tugas dan peran di muka bumi ini.
Manusia
mempunyai dua kedudukan dan tugas. tugas pertama adalah sebagai abdullah,
yang artinya adalah sebagai hamba Allah. Sebagai hamba Allah maka manusia harus
menuruti kemauan Allah yaitu beribadah karna beribadah adalah menuruti segala
perintah, dan tidak boleh membangkang pada-Nya. Tugas kedua manusia
adalah sebagai Kalifatullah. Jika tugas manusia
adalah sebagai seorang pemimpin, tentu ia harus dapat membangun dunia ini
dengan sinergis, dapat melakukan perbaikan-perbaikan, baik antara dirinya
dengan alam, maupun antar sesama itu sendiri.
Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. (http://www.wikipedia.com)
Al-Quran menerangkan bahwa manusia
berasal dari tanah dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti :
Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah.
Firman Allah itu iyalah dalam Qur’an
Surat Nuh, 71 ayat 17-18 :
Dan Allah menumbuhkan kamu dari
tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan
mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. (QS.
Nuh, 71 : 17-18)
Hal ini dapat diartikan bahwa jasad
manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsure kimiawi yang terdapat dari
tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak
menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati
meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat
diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya
dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum.
Manusia diciptakan Allah Swt.
Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga
akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan.
Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia yang telah diberikan
Allah Swt.
2.2.
Penderitaan
Penderitaan
berasal dari kata derita, kata derita berasal dari bahasa Sanskerta “dhara”
artinya menahan, menanggung. Derita berarti menanggung atau merasakan sesuatu
yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu ialah keluh kesah, kesengsaraan,
kelaparan, kekenyangan, kepanasan, dan lain-lain.
Penderitaan termasuk realitas dunia
dan manusia. Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat
dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu juga menentukan
berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap
penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain.
Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang,
atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Akibat penderitaan yang
bermacam-macam. Ada yang mendapat hikmah besar dari suatu penderitaan, ada pula
yang menyebabkan kegelapan dalam hidupnya. Oleh karena itu, penderitaan belum
tentu tidak bermanfaat. Penderitaan juga dapat ‘menular’ dari seseorang kepada
orang lain, apalagi kalau yang ditulari itu masih sanak saudara.
Mengenai penderitaan yang dapat
memberikan hikmah, contoh yang gamblang dapat dapat dicatat disini adalah
tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme. Misalnya Kierkegaard (1813-1855),
seorang filsuf Denmark, sebelum menjadi seorang filsuf besar, masa kecilnya
penuh penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya
yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum
menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya,
termaksud ibunya, selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini menimbulkan
penderitaan yang mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa
ini sebagai kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian, sebelum
Kierkegaard muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan membebaskan diri
(kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena derita
yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan” dengan Tuhannya,
bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia menemukan
dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.
Penderitaan Nietzsche (1844-1900),
seorang filsuf Prusia, dimulai sejak kecil, yaitu sering sakit, lemah, serta
kematian ayahnya ketika ia masih kecil. Keadaan ini menyebabkan ia suka
menyendiri, membaca dan merenung diantara kesunyian sehingga ia menjadi filsuf
besar.
Lain lagi dengan filsuf Rusia yang
bernama Berdijev (1874-1948). Sebelum dia menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan.
Ia menjadi filsuf juga akibat menyaksikan masyarakatnya yang sangat menderita
dan mengalami ketidakadilan.
Sama halnya dengan filsuf Sartre
(1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis. Sejak kecil fisiknya lemah,
sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan teman-teman sekolahnya. Penderitaanlah
yang menyebabkan ia belajar keras sehingga menjadi filsuf yang besar.
Masih banyak contoh lainnya yang
menunjukkan bahwa penderitaan tidak selamanya berpengaruh negatif dan
merugikan, tetapi dapat merupakan energi pendorong untuk menciptakan
manusia-manusia besar. Contoh lain ialah penderitaan yang menimpa pemimpin
besar umat Islam, yang terjadi pada diri Nabi Muhammad. Ayahnya wafat sejak
Muhammad dua bulan di dalam kandungan ibunya. Kemudian, pada usia 6 tahun,
ibunya wafat. Dari peristiwa ini dapat dibayangkan penderitaan yang menimpa
Muhammad, sekaligus menjadi saksi sejarah sebelum ia menjadi pemimpin yang
paling berhasil memimpin umatnya (versi Michael Hart dalam Seratus Tokoh
Besar Dunia).
2.3. Sumber-sumber Penderitaan
Manusia adalah mahluk yang memiliki kepribadian yang
tersusun dari perpaduan, saling berhubungan, dan pengaruh mempengaruhi antara
unsur jasmani dan rohani, karena itu penderitaan dapat terjadi pada tingkat
jasmani dan rohani.
Sumber-sumber penderitaan yang
dirasakan oleh manusia itu iyalah :
1. Nafsu
Nafsu adalah semua dorongan yang ditimbulkan oleh segala
macam kebutuhan termasuk pula instink sehingga menimbulkan keinginan. Batas
antara nafsu dan keinginan tidak terlalu jelas. Poedjawiyatna (1984) menyamakan
antara keinginan dan nafsu. Nafsu dapat menimbulkan gairah hidup pada manusia.
Nafsu atau keinginan itu bisa
menjadi suatu penderitaan / kehancuran jika kita tidak bisa mengendalikannya
tetapi jika manusia itu bisa mengendalikan nafsu atau keinginannya maka manusia
itu akan sukses di dunia maupun di alam akhirat.
keinginan adalah sumber penderitaan
ketika ia memperbudak kita dan
membuat kita jadi orang lain. membuat kita kehilangan jati diri dan menyakiti diri sendiri. membuat kita kehilangan kemanusiaan. seperti seorang pengembara yang menunggu dalam sebuah pelayaran menuju dermaga yang tidak ada. keyakinan kadang tidak cukup memberi kebahagiaan. karena disamping itu ada kenyataan. kenyataan kadang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan. sehingga keinginan hanya menimbulkan penderitaan.
membuat kita jadi orang lain. membuat kita kehilangan jati diri dan menyakiti diri sendiri. membuat kita kehilangan kemanusiaan. seperti seorang pengembara yang menunggu dalam sebuah pelayaran menuju dermaga yang tidak ada. keyakinan kadang tidak cukup memberi kebahagiaan. karena disamping itu ada kenyataan. kenyataan kadang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan. sehingga keinginan hanya menimbulkan penderitaan.
“Rinaldy Tonik (2009) didalam blognya mengatakan
bahwa Penyebab dari penderitaan, antara lain: yang pertama karena
perilaku buruk manusia, maka daripada itu bersikaplah dengan sepatutnya tau
wajar. Yang kedua penyakit atau siksaan (Azab) dari Tuhan”
2.
Perasaan
Perasaan merupakan gejala psikis.
Perasaan menyangkut suasana batiniah manusia. kalau manusia merasakan cinta,
benci dan sebagainya. Perasaan timbul didalam bathin akibat kontak antara
manusia dengan lingkungannya dari lingkungan menimbulkan reaksi dalam kaitan
reaksi emosional. Reaksi emosional ini dapat sesuai dengan kehendak pribadi
tapi ketika tidak sesuai dengan kehendak pribadinya maka akan timbullah rasa
tidak puas sehingga timbullah rasa tidak senang, marah dan sikap negatif
lainnya.
3.
Pikiran
Pikiran disebut juga akal, budi.
Dimilikinya budi atau akal ini pula memungkinkan manusia tahu atau mempunyai
pengetahuan tentang sesuatu. Tahu dalam hal ini berarti menghubungkan secara
mental sesuatu dengan sesuatu.
4.
Kemauan
Kemauan disebut juga kehandak.
Dimilikinya kemauan atau kehendak dalam diri manusia memungkinkan manusia
memilih. Oleh karena itu kemauan atau kehendak ini dapat dikatakan sebagai
pelaksana mengenai apa-apa yang telah di pertimbangkan oleh akal budi dan
perasaan.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Manusia akan merasa menderita jika
anda rasakan itu sebuah penderitaan tetapi jika manuisa itu menjadikan
penderitaan sebagai hikmah dan pelajaran maka manuisa itu tidak akan merasakan
suatu penderitaan
Penderitaan termasuk realitas dunia
dan manusia. Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat
dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu juga menentukan
berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap
penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain.
Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang,
atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
keinginan adalah sumber penderitaan
ketika ia memperbudak kita dan
membuat kita jadi orang lain. membuat kita kehilangan jati diri dan menyakiti diri sendiri.
membuat kita jadi orang lain. membuat kita kehilangan jati diri dan menyakiti diri sendiri.
Saran
Sejalan dengan simpulan diatas
penderitaan tidak bisa hilang selama manusia itu masih hidup tetapi panderitaan
itu bisa dikurangi bahkan bisa sampai tak terasa.
Dari pernyataan diatas penulis
menyarankan bahwa penderitaan itu harus dijadikan sebagai hikmah dan ujian
untuk menaikan tingkat derajat manusia itu sendiri.
Daftar Pustaka
Al-Quran dan Terjemahnya
Poedjawiyatna, Manusia Dengan
Alamnya; Filsafat Manusia,Bina Aksara, Jakarta, 1981. (1984)
Tonik Rinaldy. (2009) Sumber
Penderitaan. [Online]. Tersedia : http : // 4ld1 .nge bl
ogs.com/2009/11/13/sebab-penderitaan/. [13 November 2009].
VanPeursen,Prof. DR.C. A., Tubuh
Jiwa dan Roh, Sebuah pengantar dalam filsafat manusia, PT BPK. Gn. Mulia,
Jakarta, 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar